OPEN THIS:
الرحيم
ZALIM
Allah SWT berfirman:
وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ
Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.(QS. Az Zumar 47).
Pengertian Zalim
Zalim secara bahasa artinya menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam syariah maknanya melampaui dari batas kebenaran kepada kebatilan, atau merupakan kesewenang-wenangan. Juga dikatakan sebagai menggunakan sesuatu yang bukan hak miliknya dan tindakan melampaui batas (lihat Al Jurjany, At Ta’rifaat, hal 144). Para mufasirin sering menggunakan makna bahasa tersebut untuk kata zalim dan yang seakar dengannya. Misalnya, dalam Tafsir Jalalain dikatakan kenapa umat Nabi Musa yang menyembah anak sapi disebut sebagai orang-orang zalim(QS. Al Baqoroh 51) adalah karena telah menjadikan ibadah tidak pada tempatnya, yakni mestinya kepada Allah. Ketika menafsirkan kalimat ‘orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim’ (QS. Al Baqoroh 254) Imam Jalalain menyebut dikarenakan mereka menempatkan perintah Allah SWT tidak pada tempatnya.
Al Quran mengabadikan wasiat Luqman Al Hakim kepada putranya agar tidak menyekutukan Allah SWT (syirik) dengan manusia, patung, dan sesuatu apapun, sebab sesungguhnya syirik merupakan kezaliman yang besar. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ(13)
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
(QS. Luqman 13).
Al Ustadz Muhammad Ali As Shobuni dalam Shafwatut Tafaasiir Juz II hal 451-452 menafsirkan ayat itu: Sesungguhnya syirik itu sesuatu yang buruk sekali, dan merupakan kezaliman yang nyata, sebab menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Siapa saja yang menyamakan antara Khaliq dengan makhluq, menyamakan antara Tuhan dengan berhala, tidak diragukan lagi merupakan sebodoh-bodohnya manusia (ahmaqun naas), dan paling jauh dari logika akal dan hikmah, pantas disifati dengan kezaliman, dan menjadikannya disamakan dengan binatang.
Demikian pula, sikap mendustakan Nabi Muhammad saw. dan menuduh Al Quran sebagai kebohongan yang diadakan-adakan oleh Rasulullah saw. dengan bantuan orang-orang Non Arab adalah kezaliman dan kedustaan yang besar. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلَّا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ ءَاخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا
Dan orang-orang kafir berkata: "Al Qur'an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain"; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. (QS. Al Furqan 4).
Sebab Al Quran itu firman Allah SWT yang diturunkan dalam bahasa Arab dengan susunan kalimat dan pilihan kata yang sangat fasih yang tak bisa ditandingi oleh para ahli bahasa dan sastra Arab sendiri. Bagaimana mungkin mereka menempatkan orang-orang yang tidak berbahasa Arab sebagai sumber Al Quran?
Al Quran mengabadikan kisah kezaliman seorang pemilik 99 kambing di masa Nabi Daud a.s. yang dengan trik-trik tertentu dapat meminta 1 ekor kambing saudaranya agar dengan itu dia digenapkan miliknya menjadi 100 ekor. Allah SWT berfirman:
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُدُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ
Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.(QS. Shaad 24).
Jelas itu tindakan zalim, tidak pada tempatnya. Mestinya dia bantu saudaranya agar memiliki kambing yang lebih banyak agar hidup lebih mandiri, bukan malah menghabisi sumber penghasilannya. Agaknya kezaliman umat Nabi Daud itu dibawa keturunannya hingga hari ini dengan faham kapitalisme rekaan mereka. Dan dalam perkongsian dalam berbagai jenis perusahaan perseroan kapitalis maupun dalam komunitas ekonomi mereka, berbagai tindakan zalim untuk mengakuisisi harta milik orang lain dengan berbagai tindakan licik dengan memanfaatkan hukum dan aparatnya adalah hal yang lazim.
Islam menilai tindakan mengambil hak orang adalah zalim. Dalam masalah utang piutang yang dilumuri riba, Islam menganggap orang yang memakan riba (sebagai tambahan dari uang pokoknya) sebagai tindakan zalim. Sebaliknya, jika piutangnya dikembalikan kurang dari pokoknya, berarti dizalimi. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (QS. AL Baqoroh 279).
Dan kezaliman sesama manusia biasanya dilakukan oleh pihak yang kaya kepada yang miskin, pihak yang kuat kepada yang lemah, pihak yang pandai kepada yang bodoh, pihak yang maju kepada yang terbelakang, dan pihak yang menang kepada yang dikalahkan. Itu semua dilakukan dengan tidak pada tempatnya, yakni penyimpangan dari hukum peraturan Allah SWT. Al Quran sendiri menegaskan bahwa orang-orang yang tidak memutuskan perkara dengan hukum Allah SWT adalah orang-orang yang zalim. Dia SWT berfirman:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(45)
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (QS. Al Maidah 45).
Ya, tentu saja orang yang mengambil keputusan dengan selain hukum yang diturunkan jelas zalim. Sikap dan tindakannya tidak pada tempatnya. Mengetahui adanya hukum Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Adil, malah mengambil hukum-hukum buatan manusia yang sangat terbatas pengetahuannya dan cenderung memihak kepada kepentingan atau golongan tertentu. Penguasa yang menyulitkan rakyatnya dan membuat melarat rakyatnya serta menipu mereka juga bisa disebut sebagai penguasa yang zalim. Tidak pada tempatnya. Seharusnya penguasa itu selalu memberi kemudahan kepada seluruh warga negaranya tanpa pandang bulu, membuat rakyatnya sejahtera, dan jujur serta amanah. Dan itu hanya bisa dia lalukan manakala ia menjalankan pemerintahan dengan hukum-hukum yang ada dalam Al Quran dan As Sunnah.
Peringatan buat Orang-orang Zalim dan Para Pendukungnya
Patut menjadi catatan siapa saja yang hendak berbuat zalim, bahwa kezaliman itu bakal mendapat balasan siksa yang buruk di hari kiamat. Ada sejumlah ayat yang menegaskan bahwa orang-orang yang zalim itu bakal disksa di neraka. Dalam firman Allah SWT surat Az Zumar 47 di atas, yang dimaksud orang-orang yang berbuat zalim adalah orang-orang musyrik (lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al Quranul Azhim Juz IV/57), yakni siapa saja, kapan saja, dan dimana saja menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun, baik itu manusia, binatang, patung-patung berhala, jin, syetan, maupun pikiran dan angan-angan manusia. Dalam Tafsir Munir Juz II/242 Syaikh Nawawy menyebut orang-orang yang berbuat zalim itu adalah orang-orang kafir. Dalam ayat-ayat lain disebut secara umum bahwa neraka menjadi tempat tinggal orang-orang zhalim, yakni orang-orang yang kafir (lihat QS. Ali Imran 151, 192; Al Hasyr 17). Dalam Qs. Az Zumar 32 Allah SWT berfirman:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ(32)
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?
Menurut Ibnu Katsir, (idem, hal 53) Allah SWT berfirman kepada orang-orang musyrik yang membuat-buat dusta kepada Allah, membuat tuhan-tuhan selainAllah bersama-Nya, membuat tuduhan bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, dan mereka menjadikan Allah punya anak dengan ucapan-ucapan mereka yang keterlaluan, dan juga mereka mendustakan kebenaran yang dibawa oleh para Rasul-Nya. Karena itulah Allah SWT berfirman untuk menyadarkan hati dan pikiran mereka.
Dalam ayat lain maupun hadits disebut-sebut tentang tindakan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa kepada rakyat atau seseorang kepada manusia lain. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ(113)
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.(QS. Huud 113).
Al Ustadz Muhammad Ali As Shoobuny dalam tafsir Shafwatut Tafaasiir Juz II/31 menafsirkan ayat tersebut: Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang berbuat zalim, yakni para penguasa (al wulat) dan orang-orang fasik maupun fajir.
Dalam kitab Riyadlus Shalihin, Imam Nawawy mengutip sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim yang meriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar yang berkata saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
ماَ مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْه ِاْلجَنَّةَ
“Tiada seorang yang diamanati oleh Allah memimpin rakyat, kebmudian ia mati dalam keadaaan masih menipu rakyatnya, melainkan Allah pasti mengharamkan baginya surga”.
Imam An Nawawy juga mengutip hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah r.a. yang berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda di rumahku ini:
الَلَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِيْ شَيْأً فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِيْ شَيْأً فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
‘Ya Allah, siapa yang menguasai urusan pemerintahan umatku, lalu mempersukar mereka, maka persukarlah dia. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya’.
Dalam suatu hadits juga dikatakan bahwa orang yang bangkrut adalah orang yang habis pahalanya untuk menutupi dosa-dosa orang yang dizaliminya. Lalu sisa dosa-dosa orang yang dizaliminya itu ditimpakan kepadanya dan dia dijungkalkan ke dalam api neraka, naudzu billahi min dzalik!
No comments:
Post a Comment
berikan komentar anda